Pages

Subscribe:

28 Mei 2010

Nelayan Jepang

Orang Jepang sejak lama menyukai ikan segar.

Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat dengan Jepang dalam beberapa dekade ini.

Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya.

Semakin jauh para nelayan pergi, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa
hasil tangkapan itu ke daratan.

Jika perjalanan pulang mencapai beberapa hari, ikan tersebut tidak segar lagi.

Orang Jepang tidak menyukai rasanya.

Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan langsung membekukannya di laut.


Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin jauh dan lama.

Namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka tidak menyukai ikan beku.

Ikan beku harganya menjadi lebih murah. Sehingga perusahaan perikanan memasang
tangki-tangki penyimpan ikan di kapal mereka.

Para nelayan akan menangkap ikan dan langsung menjejalkannya ke dalam tangki hingga
berdempet-dempetan.

Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti bergerak.

Mereka kelelahan dan lemas, tetapi tetap hidup.

Namun, orang Jepang masih tetap dapat merasakan perbedaannya.

Karena ikan tadi tidak bergerak selama berhari-hari, mereka kehilangan rasa ikan segarnya.

Orang Jepang menghendaki rasa ikan segar yang lincah, bukan ikan yang lemas.


Bagaimanakan perusahaan perikanan Jepang mengatasi masalah ini? Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa segar ke Jepang?

Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar, perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di dalam tangki.

Tetapi kini mereka memasukkan seekor ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki.

Memang ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan sampai dalam kondisi yang sangat hidup.

Ikan-ikan tersebut tertantang.

_____________________

Renungan :


Jangan menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan
taklukanlah. Nikmatilah permainannya.

Jika tantangan anda terlalu besar atau terlalu banyak, jangan
menyerah. Kegagalan jangan membuat anda lelah, sebaliknya, atur
kembali strategi. Temukanlah lebih banyak keteguhan, pengetahuan, dan
bantuan.

Jika anda telah mencapai tujuan anda, rencanakanlah tujuan yang lebih
besar lagi. Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga anda terpenuhi,
berpindahlah ke tujuan untuk kelompok anda, masyarakat, bahkan umat
manusia.

Jangan ciptakan kesuksesan dan tidur di dalamnya. Anda memiliki
sumber daya, keahlian, dan kemampuan untuk membuat perubahan.

Jadi, masukkanlah seekor ikan hiu di tangki anda dan lihat berapa
jauh yang dapat anda lakukan dan capai !

24 Mei 2010

Jari-jari Roda

Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya.

Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi
berjalan dengan lancar.

Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan.

Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas.

Kini sang roda pun bingung. Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu?

Sang roda pun berbalik arah.

Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya.

Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu di perhatikannya dengan seksama.

Setiap benda di amati, dan di cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu.

Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang.

Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang.

Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan.

Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam.

Hei....semuanya tampak lain.

Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil.

Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa.

Namun kini, semuanya tampak lebih indah.

Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah.

Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku.

Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam.

Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda.

Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya.

Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa
menyegarkan.

Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah.

Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda.

Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.

Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya.

Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling
semarak.

Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah.

Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh.

Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang Roda.

Begitu pula batu dan kerikil pualam.

Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa.

Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh.

Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda.

Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang.

Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.

________________________________

Teman, begitulah hidup.

Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang.

Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa.

Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan.

Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni.

Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu.

Teman, coba, susuri kembali jalan-jalan kita.

Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita.

Adakah kebahagiaan yang terlupakan?

Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati?

Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan. Temukan keindahan itu!!

21 Mei 2010

Terlalu Bodoh

“Sukses, yang merupakan sesuatu yang sederhana pada akhirnya, dibuat dari ribuan hal yang tidak sungguh-sungguh kita ketahui”
(Rainer Maria Pilke)


Seorang anak berusia 6 tahun pulang ke rumah dengan muka berseri-seri.

Ketika mamanya menyongsongnya dengant tangan terbuka, anak itu menyodorkan sepucuk surat dari gurunya.

Dengan segera Ibu itu membuka surat tersebut dan tiba-tiba seluruh tubuhnya gemetar, matanya membasah.

Surat itu berbunyi : “Anak ini terlalu bodoh untuk dididik. Kami mengembalikannya kepada Anda. Mulai besok, dia tidak perlu sekolah lagi.”

Dengan air mata bercucuran, Ibu itu langsung mengangkat anak itu dan memeluknya erat-erat.

Dengan suara terbata-bata Ibu itu berkata, “Nak, mulai besok, Ibu sendirilah yang akan mendidikmu.”

_____________________

Anak yang “terlalu bodoh untuk dididik” ini semasa hidupnya ternyata mampu mematenkan 3000 penemuan baik atas nama pribadinya atau orang-orang yang bekerja untuknya.

Orang itu adalah Thomas Alva Edison, penemu microphone (1877), phonograph (1878) dan bola lampu (1879).

Tidaklah mengherankan jika orang yang pernah berkata bahwa sukses itu merupakan paduan antara inspirasi (1%) dan perspirasi (99%) itu memuji Ibunya, Nancy Elliot :

“Saya tidak bisa menikmati belaian Ibu saya dalam waktu yang lama, tetapi dia telah memberikan pengaruhnya yang berlangsung sepanjang hidup saya.

Pengaruh baiknya pada masa muda saya tidak akan pernah saya lupakan. Tanpa penghargaan dan imannya pada masa kritis saya, saya tidak akan pernah menjadi seorang penemu.

Saya dulu adalah seorang anak yang ceroboh dan tanpa seorang Ibu dengan caliber seperti itu, saya pasti menjadi orang yang bobrok.

Tetapi ketegasannya, kelembutannya dan kebaikannya merupakan kuasa yang luar biasa yang membuat saya tetap di jalan yang benar. Ibulah yang membentuk saya. Ingatan akan dia selalu merupakan berkat bagi saya.”

18 Mei 2010

KEMATIAN, MASA LALU, NAFSU, AMANAH, IBADAH, & LIDAH

Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya...

Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan...

Pertama...
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini...???"

Murid-muridnya ada yang menjawab...
"orang tua", "guru", "teman", dan "kerabatnya"...

Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar...

Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "kematian"...
Sebab kematian adalah PASTI adanya.....

Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua...
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini...???"

Murid-muridnya ada yang menjawab...
"negara Cina", "bulan", "matahari", dan "bintang-bintang"...

Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar...

Tapi yang paling benar adalah "masa lalu"...

Siapa pun kita... bagaimana pun kita...dan betapa kayanya kita... tetap kita
TIDAK bisa kembali ke masa lalu...

Sebab itu kita harus menjaga hari ini... dan hari-hari yang akan datang..

Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga...
"Apa yang paling besar di dunia ini...???"

Murid-muridnya ada yang menjawab
"gunung", "bumi", dan "matahari"...

Semua jawaban itu benar kata Sang Guru ...

Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu"...

Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya...

Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu...

Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini... jangan sampai nafsu
membawa kita ke neraka (atau kesengsaraan dunia dan akhirat)...

Pertanyaan keempat adalah...
"Apa yang paling berat di dunia ini...???"

Di antara muridnya ada yang menjawab...
"baja", "besi", dan "gajah"...

"Semua jawaban hampir benar...", kata Sang Guru ..

Tapi yang paling berat adalah "memegang amanah"...

Pertanyaan yang kelima adalah... "Apa yang paling ringan di dunia ini...???"

Ada yang menjawab "kapas", "angin", "debu", dan "daun-daunan"...

"Semua itu benar...", kata Sang Guru...

Tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan ibadah"...

Lalu pertanyaan keenam adalah...
"Apakah yang paling tajam di dunia ini...???"

Murid-muridnya menjawab dengan serentak... "PEDANG...!!!"

"(hampir) Benar...", kata Sang Guru

Tetapi yang paling tajam adalah "lidah manusia"...

Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati... dan melukai perasaan saudaranya sendiri...

Sudahkah kita menjadi seseorang yang selalu ingat akan KEMATIAN...

Senantiasa belajar dari MASA LALU...

Dan tidak menuruti NAFSU...???

Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun...

Dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH....

Serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita...???