Pages

Subscribe:

30 November 2011

Keledai Terpeleset

Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal.

Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut.

Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai.

Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons.

Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.
______________________________________________

Cara yang sama, tidak selalu sesuai untuk digunakan dalam segala situasi.

27 November 2011

Orang kaya yang baik hati

Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah desa kecil yang sederhana dan indah.

Disana ada seorang yang kaya raya yang baik, yang suka menolong orang lain.

Terkadang, tetangga rumah datang meminjam bahan pangan padanya. Namun karena tetangganya banyak yang miskin, maka ketika mereka hendak mengembalikan bahan pangan yang dipinjaminya itu, orang kaya itu tidak mau menerima.

Para tetangga merasa bahwa orang kaya ini sudah berbaik hati meminjamkan bahan pangan, itu sudah sangat membantu, mana boleh tidak mengembalikan? Tidak, harus dikembalikan kepadanya.

Lalu orang kaya ini memotong 2 bagian kendi besarnya, sebagian besar dan sebagian lagi kecil.

Ketika tetangga datang untuk meminjam bahan pangan, tuan Yang menimbang dengan centong besar, centong demi centong bahan pangan dipinjamkannya kepada tetangga.

Pada saat tetangga mengembalikan bahan pangan yang dipinjamnya itu, tuan Yang menimbangnya dengan centong kecil, hanya mengambil sedikit saja.

Diusianya yang ke-80 musim gugur tahun itu, tanaman gandum juga telah matang, orang kaya itu bermaksud hendak ke ladang untuk melihat sejenak gandumnya. Lalu, dengan terhuyung-huyung ia menopang tongkat pergi ke ladang gandumnya seorang diri.

Tiba-tiba, langit tertutup oleh awan hitam, petir bergemuruh di ladang. Melihat keadaan seperti ini, dalam benaknya dia berpikir , “Saya sudah tua, tidak bisa jalan lagi, lebih baik mati disini saja!”

Saat itulah, orang kaya itu mendengar satu suara keras bergema di ladangnya, “Dewa guntur, dewi petir dan naga laut, kalian dengar baik-baik, orang kaya yang baik saat ini berada di ladang rumahnya, setitik airpun tidak boleh kalian teteskan di atas gandumnya!”

Setelah lama berlalu, hujan yang disertai petir akhirnya berhenti, orang kaya itu bangun dari atas ladangnya dan begitu melihat, tidak ada setetes airpun membasahi ladang gandum tempat ia berbaring, sedangkan ladang gandum orang lain semuanya terbenam air.

Setelah orang kaya itu pulang ke rumah, ia menceritakan kepada putra-putrinya tentang peristiwa yang dialaminya itu, lantas dengan disertai putra-putrinya mereka berlutut menyembah, memanjatkan puji syukur dan terimakasih atas anugerah Yang Maha Kuasa.
______________________________

Mengapa kilatan petir tidak sampai melukai orang kaya yang baik hati itu?

Sebab seumur hidupnya ia memperlakukan orang dengan baik, selalu memikirkan kepentingan orang lain.

Kita harus selalu ingat prinsip bahwa baik dan jahat ada balasannya, percaya bahwa setiap hal yang dilakukan manusia, baik yang kecil maupun besar, Yang Maha Kuasa selalu melihatnya. Karena itu, semua orang berusaha berbuat hal yang baik, tidak melakukan perbuatan jahat.

24 November 2011

Jepit Rambut Sang Putri

Dikisahkan seorang Raja memiliki tujuh Putri, ketujuh Putri yang cantik ini adalah kebanggaan Raja, kesayangan beliau.

Semua orang tahu perihal rambut panjang mereka yang hitam berkilauan itu. Dan dikenal hingga seluruh pelosok negeri. Karena itu, Raja menghadiahkan kepada mereka masing-masing 100 jepit rambut yang indah. Karena mereka sangat memperhatikan penampilannya, terutama pada rambut mereka.

Suatu pagi, Putri sulung sang Raja bangun dari tidurnya, dan seperti biasa ia menata rambutnya dengan jepitan rambut. Namun ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu secara diam-diam ia ke kamar Putri kedua Raja, dan mengambil satu jepitan rambut.

Begitu halnya dengan Putri kedua ketika mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu ia ke kamar Putri ketiga untuk mengambil jepit rambutnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Putri ketiga, saat ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu dengan diam-diam ia ke kamar Putri keempat.

Putri keempat juga melakukan hal yang sama dengan putri-putri sebelumnya mengambil jepitan rambut saudarinya, Putri kelima.

Demikian juga dengan Putri kelima, ia mengambil jepitan rambut Putri keenam dan Putri keenam terpaksa juga mengambil jepitan rambut Putri ketujuh.

Akibatnya, jepitan rambut Putri ketujuh hanya tersisa 99 buah. Dan dia tak bisa melakukan hal seperti kakaknya.

Keesokannya, pangeran dari negeri tetangga yang tampan dan gagah tiba-tiba berkunjung ke istana, dan katanya kepada sang Raja: “Kemarin, burung Murai piaraan saya menggondol sebuah jepitan rambut, saya pikir ini pasti kepunyaan para putri, dan ini sepertinya suatu takdir yang unik, tidak tahu putri mana yang kehilangan jepitan rambut ini?”

Para putri Raja telah mendengar hal ini, dan dalam benak mereka masing-masing hendak berkata : “Punya saya, punya saya.”

Hanya Putri ketujuh yang ke luar sambil berkata: “Jepitan rambut saya hilang satu.”

Baru saja selesai berkata, rambut panjangnya yang indah jatuh tergerai karena kurang sebuah jepitan rambut. Dan sang Pangeran tak bisa tidak menjadi terkesima melihatnya.

Akhir dari cerita, sudah pasti sang Pangeran dan Putri Raja tersebut hidup bahagia selamanya sejak itu.
__________________________________

Mengapa begitu ada kekurangan, lalu berusaha keras untuk melengkapinya?

Seratus buah jepitan rambut, bak seperti sebuah kehidupan yang utuh sempurna. Namun dengan berkurangnya satu jepitan rambut, keutuhan ini terasa menjadi tidak lengkap.

Namun, justru karena kekurangan itu, kelak akan ada perubahan (baik), kemungkinan yang tak terhingga, bukankah ini sebuah peristiwa yang patut disyukuri!

Lantas bagaimana menghadapi kekurangan dalam perjalanan hidup yang tak terhindarkan?

Menghindar belum tentu dapat mengelakkan. Menghadapi belum tentu menyedihkan,

seorang diri (kesepian) belum tentu tidak bahagia. Mendapatkan belum tentu bisa kekal abadi. Kehilangan belum tentu tidak akan memiliki lagi.

Jangan terburu-buru berkata tiada pilihan lain jangan mengira di dunia ini hanya ada benar dan salah.

Jawaban sejumlah besar peristiwa bukan hanya ada satu. Jadi, selamanya ada jalan keluar bagi kita. Anda bisa mendapatkan alasan untuk sedih, tapi Anda juga bisa mendapatkan alasan untuk gembira.

21 November 2011

Pelajran bagi Samurai

Seorang samurai bertubuh kekar dan tegap pada suatu hari mendatangi seorang pertapa bertubuh kecil dan kurus. "Hai pertapa," katanya dengan nada suara yang terbiasa memberikan perintah, "Ajarkan saya tentang surga dan neraka!"

Si pertapa mendongakkan kepalanya memandang samurai gagah di depannya and menjawabnya:, "Mengajarkanmu tentang surga dan neraka? Saya tidak dapat mengajarkan apapun juga kepadamu. Pergilah sekarang.”

Si samurai tampak marah. Mukanya merah padam menahan rasa marah yang tinggi. Ia cabut pedangnya dan mengangkat di atas kepalanya bersiap untuk menebas petapa itu dengan pedangnya.

"Itulah neraka," kata si pertapa dengan nada yang tenang.

Si samurai terkejut. Ketenangan dan kepasrahan dari mahluk kecil itu; yang bersedia mempertaruhkan hidupnya, telah memberikan pelajaran mengenai neraka kepadanya! Ia perlahan menurunkan pedangnya. Ia merasakan rasa lega dan tiba-tiba merasa sangat tenang.

"Dan itulah surga," kembali si pertapa berkata dengan tenang.

17 November 2011

Yosaku dan Otsuru

Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Pekerjaannya adalah mencari kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan.

Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju.

Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa.

Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku.

"Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?".

"Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda." Setelah lima hari berlalu salju mereda.

Gadis itu berkata kepada Yosaku, "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis.

Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun.

Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun.

Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal".

Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang.

"Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi.

"Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu.

Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.

"Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru.

"Maafkan aku, kumohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terbang keluar dari rumah ke angkasa.

Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.

14 November 2011

Petani dan Kebun Apel

Di sebuah Desa yang damai dan tentram, tinggallah sebuah keluarga petani yang rajin di kaki bukit. Keluarga yang bahagia ini hanya mempunyai seorang anak perempuan.

Pada suatu hari, si ayah petani yang rajin ini pergi ke ladangnya diatas bukit untuk bercocok tanam. Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang aneh mendekati si Petani itu.

“Pak Tani, saya mempunyai 5 buah biji buah apel yang lezat dan manis sekali. Apabila dirawat dengan baik, maka dalam waktu 2 tahun pohon apel ini akan sudah dapat berbuah lebat. Maukah anda membelinya dengan 10 keping uang perak?”, kata kakek aneh tersebut dengan penuh harap.

Si Petani itu memandangi 5 biji apel itu dengan penuh kecurigaan,”Bagaimana mungkin 5 biji apel ini dihargai 10 keping uang perak?! Mahal sekali. Jangan-jangan kakek aneh ini ingin menipuku,” pikir si Petani itu.

Namun ketika dia melihat wajah kakek aneh itu tidak menampakkan sedikit pun niat jahat, malah menimbulkan iba di hati Pak Tani. “Kakek ini pasti dalam kesulitan sehingga dia harus menjual biji apel ini, tidak ada salahnya aku membelinya. Kalaupun benih ini tidak tumbuh seperti yang diharapkan, paling tidak saya telah membantunya,” pikir Pak Tani.

“Baiklah saya akan membelinya,” kata Pak Tani. Setelah menerima uang pemberian dari Petani itu, kakek aneh ini segera lenyap dari pandangan. “Sungguh kakek yang aneh,” gumam Pak Tani.

Pada hari itu juga Pak Tani menanam 5 biji apel ini diladangnya.

Hari berganti hari, Pak Tani dan Ibu Tani bergantian merawat benih apelnya. Terkadang anak perempuannya juga ikut membantu membersihkan rumput liar disekitar pohon apel itu. Dalam waktu singkat 5 benih apel itu tumbuh dengan suburnya.

Tak terasa 2 tahun telah berlalu. Kelima pohon apel itu benar-benar telah menghasilkan buah-buah apel merah yang besar dan ranum. Ibu Tani dan anaknya segera memetik buah apel yang ranum dan memakannya.

“Hmm, benar-benar apel yang lezat! Kakek aneh itu tidak menipu kita, Pak,” kata Ibu Tani dengan riang.

“Jika kita jual ke kota, orang-orang pasti mau membelinya dengan harga tinggi,” timpal Pak Tani sambil membayangkan keuntungan besar yang bakal diperolehnya.

Beberapa hari kemudian, keluarga Petani ini hendak memanen pohon apel mereka. Dengan riang Pak Tani memikul keranjang bambunya pergi ke kebun apel.

Namun ketika mereka tiba di kebun, alangkah terkejutnya. Kebun apel yang penuh harapan itu telah porak poranda. Ternyata binatang-binatang hutan seperti monyet, burung, babi hutan, tupai dan lain-lain, sedang asyik menikmati buah apel mereka. Mereka telah menghabiskan hampir semua buah apel yang siap panen.

Petani itu pulang dengan tangan hampa dan penuh kekecewaan. Sejak saat itu Pak Tani tidak mau lagi pergi ke kebun apelnya diatas bukit. Mereka telah beralih memelihara hewan ternak di rumahnya.

Tak terasa dua tahun telah berlalu, suatu pagi anak perempuan mereka mengajak bertamasya ke atas bukit, tempat kebun apel mereka dahulu. “Tak ada salahnya kita kesana melihat-lihat kebun apel itu. Lagipula tempat disana sangat indah dan sejuk,” pikir Pak Tani.

Kemudian mereka berangkat ke atas bukit itu. Sesampai disana, alangkah terkejutnya Pak Tani melihat kebun apelnya. “Bbba...bbagaimana mungkin bisa menjadi begini?!” kata Pak Tani tergagap-gagap melihat kebunnya dipenuhi dengan pohon-pohon apel yang sedang berbuah ranum. “Dibukit ini hanya dihuni babi hutan dan burung-burung. Mungkinkah ada orang yang menanam pohon apel di kebun kita?”, kata Pak Tani penuh keheranan.

Anak perempuan mereka berkata,”Tidak ayah, sewaktu para binatang itu memakan buah apel kita, bukankah mereka membuang biji-biji apel itu berserakan di setiap jengkal tanah kebun kita? Biji-biji itu ternyata tumbuh menjadi pohon-pohon apel ini.”

“Ya Tuhan, buahnya lebih lebat daripada pertama kali kita menanamnya. Ini baru benar-benar panen besar”, ujar Petani itu dengan penuh rasa syukur.
_____________________________________--

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari cerita ini? Pengalaman pak Tani ini memberikan contoh pada kita bahwa janganlah melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan harus mengerjakan sesuatu dengan kesungguhan hati. Kecewa sesaat namun tidak patah semangat dapat merubah kegagalan menjadi sebuah keberhasilan.

11 November 2011

Ayah, Anak, dan Keledai

Ini kisah tentang bapak, anak lelaki dan keledainya yang merepotkan.

Bagaimana tidak, tiap hari mereka harus menyediakan rumput, dan, yang paling tidak enak, harus selalu membersihkan kotoran keledai di kandang.

“Mending piara ayam, bisa bertelur!” kata si anak pada suatu hari. “Piara keledai hanya bikin repot!”

Si Bapak menghela nafas. Maklum akan kekesalan anaknya.

“Mending kalau keledai itu bisa membersihkan kotorannya sendiri!” si anak meneruskan kesalnya.

“Tak ada keledai sepandai itu, nak!” kata bapak coba menenangkan hati anaknya. “dia tidak sekolah, kan?”

“Laiyalah! Mana ada sekolah keledai?” sambut anaknya, makin kesal menanggapi gurauan si ayah. “Kenapa tidak kita jual saja keledai ini, pak?”

Kita jual? Si Bapak merenung.

“Nak, keledai itu kenangan dari kakekmu! Kau cucu lelaki kebanggan yang lahir di hari yang sama dengan keledai itu. Maka kakekmu menamaimu Dongki, yang artinya keledai mungil! Nama bapak sendiri kan Dongkus, alias keledai besar!”

Si Bapak senyum bernostalgia. Sebaliknya si anak, Dongki, makin kesal dengan keledai yang ternyata lahir di hari yang sama. Bukan suatu kehormatan besar lahir di hari yang sama dengan keledai! Bernama keledai mungil pula! Huh, apa kita bermarga Keledai?!

Dongki minta si bapak untuk menyingkirkan binatang itu.

Dengan perasaan apa boleh buat, pak Dongkus setuju.

Matahari pagi mulai menghangati bumi, ketika tiga mahluk Tuhan beda posisi ini jalan beriringan menuju pasar di kota.

“Hei, kalian bertiga mau kemana?” seorang tetangga menyapa mereka. Pak Dongkus menjawab singkat bahwa mereka akan ke pasar di kota.

“Kalian punya keledai kenapa tidak dinaiki? Dimana otak kalian?” kata tetangga usil itu.

Panas kuping pak Dongkus mendengar teguran tetangga itu. Setelah berunding dengan Dongki, ia naik ke punggung keledai, sementara si anak berjalan mengiringi. Namun belum 50 meter berjalan, gangguan kedua muncul.

“Bapak macam apa itu? Dirinya enak-enak naik keledai, anaknya disuruh jalan kaki! Sayang anak, dong!”

Suara tetangga kedua ini makin memerahkan telinga. Cepat-cepat pak Dongkus merosot dari punggung keledai. Ia tak mau dituduh tidak sayang anak.

Kini giliran ‘si Keledai Mungil’ Dongki naik dipunggung keledai asli. Sementara ‘si Keledai Besar’ Dongkus jalan kaki mengiringi. “Sekarang tak akan ada yang mencela lagi,” katanya dalam hati. “Bukankah aku seorang ayah yang sayang anak?”

Lagi-lagi pak Dongkus salah duga.

“Wah! Ini anak tidak hormat pada orangtua!” Seorang tukang rumput yang berpapasan jalan mencela. “Anak enak-enak naik keledai, ayahnya yang tua itu dibiarkan jalan kaki! Kamu juga! Kenapa orangtua tidak bisa didik anak?”

Anak dan bapak sama-sama kena semprot!

Anak-bapak duduk di bawah pohon, tak jauh dari hutan. Stres. Sama-sama stress. Apa pun yang mereka lakukan salah semua. Keduanya sepakat bahwa keledai warisan yang berhari ulangtahun sama dengan Dongki itu benar-benar merepotkan adanya. Pasar kota masih jauh, bagaimana cara menuju kesana yang aman dari cela orang?

Sementara itu, diam-diam keledai berjalan sendiri menuju hutan, tempat yang selama ini ia dambakan.

Tiba-tiba Dongki bersorak lihat jauh disana keledai menghilang ke hutan.

“Ayah, kita bebas sekarang!” teriaknya sambil menunjuk hutan. Si ayah setuju. “Ya, kita bebas dari tuan keledai yang merepotkan itu!”

Mereka pun pulang dengan riang, tidak takut lagi ada yang mencela bagaimana mereka bersikap terhadap keledainya!
_________________________________

Pesan moral:
Kita tak akan pernah bisa memuaskan semua orang. Maka, jadilah dirimu sendiri dan lakukan apa yang kau anggap benar.

08 November 2011

Kakek dan Monster

Alkisah pada sebuah perkampungan miskin, penduduk kampung itu hidup dalam kemiskinan. Kenapa penduduk kampung ini miskin? Karena penduduk kampung ini sangat malas, tidak ada yang mau bekerja mencari nafkah, sehingga mereka miskin sampai tidak memiliki makanan.

Untuk makan sehari-hari saja mereka tidak bisa mencukupi, sehingga anak-anak di perkampungan ini kekurangan gizi dan selalu kelihatan lesu. Pada suatu hari, ada seorang kakek yang pipi kirinya ditumbuhi daging sambil meniup seruling mendatangi kerumunan anak-anak yang lesu tersebut. “Anak-anak bersemangatlah, ikuti kakek menari!”

Kakek tersebut dengan muka yang ramah tersenyum berkata sambil menari riang. Melihat keriangan kakek tersebut anak-anak jadi bersemangat dan ikut menari, mereka menari dengan gembira sekali, kemudian datang seorang kakek yang pipi kanannya ditumbuhi daging, dengan marah dan nafas tersengal-sengal dia berteriak :

“Semua berhenti, kalian menari dan tertawa-tawa, berisik, semua berhenti!”

Kakek yang pipi kanannya ditumbuhi daging sambil menarik tangan anaknya dengan marah pulang ke rumahnya.

“Aduh, sayang sekali dengan susah payah aku membuat anak-anak ini gembira dan bersemangat sebentar, engkau membuyarkan semangat anak-anak ini!” kata kakek yang baik itu. Apa boleh buat terpaksa kakek tersebut menari sendirian sambil menari dia naik ke gunung, melihat tariannya rubah dan kelinci kecil di hutan juga ikut menari.

Rubah kecil sambil memukul perutnya “tung ! tung ! tung !” kelinci kecil dan kera saling bergandengan tangan menari dengan gembira.

Pada saat mereka menari dengan gembira tiba-tiba turun hujan deras, membuat mereka semua berlarian ke sarang mereka masing-masing untuk berteduh, kakek tersebut juga mencari tempat berteduh kebetulan ada pohon yang berlubang. Sambil menunggu hujan berhenti, kakek tersebut tertidur.

Dia terbangun saat sudah tengah malam, dia mendengar suara hiruk pikuk di luar dan merasa heran, sehingga dia mengintip ke luar. Dia merasa sangat terkejut.

Dia melihat sekelompok monster duduk mengelilingi api unggun, dia sangat terkejut dan ketakutan. Dia melihat seorang monster yang paling besar duduk di tengah-tengah dan seorang monster yang bermuka merah dan hijau dengan hormat mempersembahkan anggur kepada monster besar tersebut.

“Hari ini kita berbahagia, mari kita bersulang !”

Kakek tersebut mendengarkan percakapan mereka. Anak buah monster tersebut mulai meniup seruling, memukul genderang, ketua monster tersebut berkata:

“Menarilah!” mendengar teriakan ketuanya, monster muka hijau mulai menari, tetapi melihat tariannya ketuanya berteriak: “Sungguh bodoh, tarian apa ini !” dan memukul kepala monster muka hijau, monster muka hijau dengan ketakutan lari kembali ke tempat duduknya.

“Baiklah, berikutnya siapa yang mau menari lagi?” teriak ketua mereka, anak buahnya dengan bertepuk tangan menyemangati orang yang hendak ke luar menari, tetapi tidak ada seorangpun berani maju.

Kakek melihat semua kejadian tersebut dengan jelas, walaupun ketakutan melihat kejadian tersebut, tetapi mendengar suara seruling dan genderang yang merdu, dengan tidak sadar kakek tersebut mulai menari dengan riangnya.

“La….La….La…La“ sambil menyanyi dan menari kakek tersebut tidak teringat lagi kepada ketakutannya.

Kakek tersebut terus menari dengan gerakan yang indah sehingga monster-monster tersebut jadi terpesona. Mereka terpesona dan dengan gembira mereka semua bertepuk tangan untuk kakek ini.

Kakek tersebut menari, bernyanyi dan sambil meminum anggur dengan para monster tersebut dengan gembira, akhirnya ketua monster juga menjadi senang.

Mereka mengikuti kakek tersebut menari mereka membuat sebuah lingkaran yang besar sambil menari dengan gembira. “ha…ha…ha…ha !” ketua monster tersebut tertawa, “aku belum pernah melalui hari yang segembira hari ini, ayo menari terus pada hari yang berbahagia ini!”

Para monster dan kakek tersebut lupa waktu menari terus, fajar mulai menyingsing dari hutan terdengar suara: “Kuku ruyuk” terdengar suara ayam yang menandakan hari telah pagi. Pada saat ini para monster tersadar dan berteriak: “Oh ya, celaka fajar sudah menyingsing kita harus segera menghilang.” Para monster tersebut sudah bersiap-siap menghilang.

“Kakek tua, sudah menyusahkan engkau, kami semua sangat gembira kalau bisa nanti malam engkau bisa datang lagi kita bisa menari bersama-sama lagi.” kata ketua monster tersebut.

“Baiklah, nanti malam aku pasti datang menepati janji” tetapi ketua monster kurang percaya kepada janji kakek tersebut dan berkata: “Jika engkau tidak datang, kami pasti tidak bisa menari dan meminum anggur dengan gembira, supaya engkau dapat menepati janjimu, engkau harus meninggalkan sebuah benda berharga dari badan engkau sebagai jaminan akan menepati janjimu.”

“Barang!Bbarang berharga apa ya?” kakek tersebut berpikir dan “Oh ya! barang berharga aku ! Daging yang tumbuh divpipi kiriku adalah barang berharga! Ambillah!” Akhirnya monster tersebut dengan sekuat tenaganya menarik daging yang tumbuh di pipi kiri kakek tersebut.

“Ini, aku juga kasih barang berharga untuk engkau” kata ketua monster tersebut.

Ketua monster tersebut dari dadanya mengeluarkan sebuah bungkusan yang berisi emas memberikannya kepada kakek ini, karena dia melihat ketulusan dan kebaikan kakek ini, maka dia memberikan hadiah berharga tersebut kepada kakek ini.

Kakek yang baik hati ini setelah menerima hadiah sambil menunduk mengucapkan terima kasih, beberapa saat kemudian ketika dia mengangkat kepalanya dia melihat para monster tersebut telah menghilang, kakek merasa badannya menjadi ringan setelah memberikan daging tumbuh di pipinya kepada monster, maka dengan gembira dia membawa bungkusan yang berisi emas pulang ke kampungnya.

Akhirnya, kakek yang baik hati ini sampai di kampungnya, dia membagi-bagikan emas tersebut kepada penduduk kampung, dan berpesan kepada mereka harus rajin bekerja supaya tidak kelaparan. Melihat kebaikan kakek tersebut orang kampung menjadi sadar, dan semua mulai bekerja. Kakek berpesan kepada mereka: “Mulai saat ini kalian harus rajin menanam padi, supaya panen dapat berhasil dan kalian semua tidak kelaparan lagi.”

Tetapi, pada saat ini adalah seseorang yang sangat tidak senang, yaitu kakek yang pipi kanannya ditumbuhi daging, dalam hati dia sangat marah dan cemburu melihat daging di pipi kiri kakek tersebut telah lenyap.

“Sekarang, di kampung ini, hanya aku yang pipi ditumbuhi daging”

Dalam hatinya sangat geram dan marah. Setelah mendengar cerita kakek tersebut tentang perjanjian dengan para monster. “alam ini aku menggantikan Anda pergi menemui para monster.” katanya.

Pada malam harinya, ia berangkat ke hutan, menuju ke tempat yang diceritakan kakek yang baik hati. Mencari pohon yang berlubang besar, kemudian dia dengan sabar menunggu sampai tengah malam, setelah tengah malam, tiba–tiba dia melihat terdapat api unggun dan para monster bermunculan berkumpul mengeliling api.

Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara mereka bercanda dan tertawa gembira pestapun segera dimulai. Para monster mulai meniup seruling, memukul genderang dan menepuk tangan menandakan pesta dimulai.

“Pesta segera dimulai! “ teriak ketua monster tersebut, kakek dalam lubang mendengar teriakan tersebut segera membungkus kepalanya dengan kain, sambil mengerakan kaki dan tangannya dengan kaku menari ke luar dari lubang, gerakan tariannya sangat kaku dan jelek.

“Berhenti! Berhenti! Melihat gerakan tarianmu yang begitu kaku dan jelek, membuat kami kehilangan selera berpesta dan anggur menjadi tidak enak, sungguh jelek!” ketua monster tersebut berteriak dengan marah sambil menghentikan gerakan tarian kakek yang kaku tersebut. “Nih! Kukembalikan barang jelek ini padamu, dan jangan sekali-kali muncul di depan kami lagi.”

Dengan sangat marah ketua monster berteriak kepada kakek yang jahat ini sambil melemparkan daging pipi kakek yang baik hati ke pipi sebelah kiri kakek yang jahat ini.

“Cepat kamu pergi!” teriak ketua monster sambil menyepak pantat kakek jahat ini sampai menggelinding turun dari gunung.

Sekarang kedua pipinya ditumbuhi daging dan kepalanya juga benjol-benjol karena menggelinding dari atas gunung, dia sangat menyesal karena memang tidak bisa menari, dan karena ketamakan hatinya maka dia menjadi seperti ini, dia sangat malu dengan perbuatannya.

Walaupun kakek jahat ini merasa sangat menyesal asal perbuatannya, tetapi semua kejadian tidak dapat diulang lagi, maka dengan sembunyi-sembunyi dia lari pulang ke rumahnya takut bertemu dengan para penduduk kampung dia menyembunyikan dirinya di dalam rumah.

Kakek yang baik hati mengetahui kejadian yang menimpa dia, datang berkunjung sambil membawa nasi dan lauk pauk. “Aku sangat menyesal! Karena semua kejadian aku yang memulai membuat engkau sangat menderita, maafkan aku ya!” kata kakek yang baik hati ini.

Ketika kakek yang jahat mendengar kakek yang baik berkata demikian, dalam hati dia merasa sangat malu dan menyesal, karena dia sudah benar-benar kelaparan, dengan melahap nasi dan lauk pauk yang dibawa oleh kakek yang baik hati ini.

Kejadian aneh terjadi ketika dia melahap makanan tersebut dia merasakan daging di pipi kanannya terlepas dari pipinya, dan ketika dia melahap makanan kedua kalinya dia merasakan daging di pipi kirinya juga sudah terlepas. Kakek yang baik hati setelah melihat kejadian ajaib ini juga sangat gembira.

Setelah kejadian ini kakek yang jahat tersebut mulai sadar, sejak itu dia berubah menjadi tidak tamak dan tidak iri hati kepada orang lain dan mulai ramah terhadap setiap orang dan rajin bekerja, sehingga dia berubah menjadi seorang yang bahagia.

Demikian juga penduduk kampung ini yang semula sangat malas berubah menjadi rajin dan ramah sehingga seluruh kehidupan penduduk kampung ini berubah menjadi makmur dan berbahagia selalu.

04 November 2011

Calon Raja

Ada sebuah kerajaan yang besar dan amat makmur. Negeri ini dipimpin oleh Raja tua yang adil bijaksana, seluruh rakyat sangat mencintainya. Namun sayangnya Raja tua ini tidak dikarunia seorang putra mahkota.

Suatu hari Raja tua ini berkata kepada perdana menterinya, “Saya sudah terlampau tua untuk terus memerintah.”

Melihat gelagat ini, sang Perdana Menteri segera menghibur, “Baginda tidak perlu cemas, anda masih kelihatan sehat, lagipula siapa yang mampu memimpin negeri ini dengan adil dan bijaksana seperti Baginda?”

Tetapi Raja tua lebih tahu kondisi dirinya sendiri tak menanggapi ucapan perdana menterinya itu. Dia lalu berkata, “Saya tidak mempunyai seorang putra mahkota untuk menggantikan saya. Oleh karena itu saya ingin mencari seorang anak yang dapat dididik untuk menjadi penggantiku.”

Perdana menteri segera berkata,”Tapi Baginda….. hal itu tidaklah mudah.” Dengan tersenyum Raja tua itu mengatakan bahwa dia tahu caranya.

Keesokan harinya Raja tua meminta perdana menteri untuk mengumpulkan rakyat di istana, karena Raja ingin menyampaikan sebuah sayembara untuk mencari penerus tahtanya.

Tak seberapa lama rakyat sudah berkumpul di istana, mereka sangat ingin tahu sayembara apa gerangan yang ingin disampaikan sang Raja bijak itu.

“Besok pukul 10 pagi saya akan memberikan kepada setiap anak-anak di seluruh negeri, satu biji bunga. Barang siapa yang bisa menghasilkan bunga paling indah, maka saya akan mendidiknya untuk menjadi putra mahkota kerajaan ini. Kelak dialah yang akan menggantikanku.”

Pagi-pagi sekali, para orang tua yang membawa anak-anaknya sudah berkumpul di lapangan istana. Mereka sudah tidak sabar ingin segera mendapatkan biji bunga itu.

Tepat pukul 10 pagi, setiap anak-anak bergilir naik ke podium raja untuk menerima pemberian biji bunga dari Raja tua. Masing-masing anak telah dibekali satu pot berisi tanah humus untuk ditanami biji tersebut.

Setelah semua anak mendapatkan biji tersebut, Raja tua itu berkata,”Dua bulan lagi, bawalah bunga ini ke istana. Siapa yang memiliki bunga paling indah dialah pemenangnya.”

Sementara itu, hidup seorang anak yatim. Dia tinggal di sebuah rumah sederhana bersama ibunya. Anak yatim itu adalah anak yang jujur dan rajin, semua teman-temannya menyukainya.

Setelah menerima biji bunga dari raja, dengan rajin anak yatim itu merawat biji bunga itu.

Setiap hari dia tidak pernah lupa menyiraminya. Namun dua minggu telah berlalu, tak tampak tanda-tanda biji bunga itu akan bertunas.

Anak yatim itu semakin heran dan sedih ketika teman-teman di sekolahnya, membicarakan biji bunga mereka sudah mulai bertunas, bahkan mulai terlihat akan menghasilkan bunga berwarna apa.

Teman sekolahnya pun menyarankan agar lebih banyak lagi menyiram air dan memberikan sinar matahari.

Sepulang sekolah, anak yatim itu bercerita kepada ibunya tentang bibit bunga milik teman-temannya yang sudah bertunas dan mulai tampak warna bunganya.

Ibunya menghibur, ”Anakku, jangan sedih. Coba lihat beberapa hari lagi. Kamu begitu teliti merawatnya, kamu sudah berusaha sekuat tenaga.”

Tepat dua bulan pada hari yang telah ditentukan, tibalah saatnya pemilihan bunga yang paling indah.

Anak-anak dari pelosok negeri sudah berbaris rapi di depan istana sambil membawa pot berisi bunga beraneka macam warna yang indah bentuknya. Pemandangan di depan istana hari ini sungguh menyedapkan mata.

Sang perdana menteri melihat begitu banyak bunga yang indah, bahkan hampir semuanya indah, sehingga dia berpikir bahwa Raja pasti akan kesulitan menentukan pemenangnya.

Tetapi ternyata Raja tua itu tidak begitu berminat membandingkan bunga mana yang terindah, sang Raja terus berjalan mengitari anak-anak tersebut dengan sesekali bergumam.

Pada saat semua orang sedang berharap cemas menanti keputusan Raja, datanglah seorang anak dengan ditemani ibunya.

Ya, dialah si anak yatim, tampaknya dia datang terlambat. Saat melintasinya, tiba-tiba Raja tua berhenti dihadapan si anak yatim.

Dengan wajah heran Raja tua itu bertanya kepada Song jin,” Anakku, mengapa kau datang terlambat dan hanya membawa pot berisi tanah kemari?”

Si anak yatim menjawab dengan agak takut-takut, “Mohon maaf Baginda Raja, hamba terlambat karena ragu-ragu untuk menunjukkan biji bunga milik hamba yang tidak bisa bertunas dan tumbuh seperti biji bunga milik teman-teman lain. Padahal hamba sudah merawatnya setiap hari. Pada mulanya hamba berencana untuk tidak hadir. Tetapi karena dorongan ibu hamba, akhirnya hamba memutuskan untuk hadir. Karena bagaimanapun juga inilah hasil hamba selama 2 bulan ini.” Seraya menyodorkan pot berisi tanah itu kepada Raja tua.

Mendengar pengakuan polos dari si anak yatim itu, banyak orang yang menertawakannya.

Namun sang Raja tua itu tersenyum puas dan berkata, “Tadi setelah melihat semua bunga-bunga ini, saya mengira bakal gagal menemukan penggantiku. Tapi ternyata sekarang, saya telah menemukannya.” Semua orang yang hadir di situ pun menjadi heran mendengar pernyataan raja tua ini.

“Tapi..tapi bukankah Baginda Raja mengatakan akan memilih siapa yang bisa menghasilkan bunga yang paling indah?”, sahut beberapa orang tua yang ada disana.

Raja tua tertawa dan berkata,”Memang benar saya telah berkata begitu, tetapi itu hanyalah untuk menguji calon penerusku. Sesungguhnya mana bisa menentukan penerus kerajaan hanya dengan menggunakan sayembara bunga terindah seperti ini. Yang saya cari dalam kontes ini adalah kejujuran hati.”

“Lantas mengapa Baginda memilih anak itu? Apakah anak yang lain tidak jujur semua?” tanya mereka.

“Tanyakan saja kepada mereka sendiri”, sahut Raja tua sambil tersenyum.

Anak-anak yang lain pun hanya menunduk memandangi bunga-bunga indah mereka. ”Sesungguhnya, biji-biji bunga itu telah terlebih dahulu saya rebus dalam kuali. Jadi mana mungkin dapat bertunas dan berbunga? Hanya anak yatim inilah yang benar-benar menunjukkan hasil dari biji bungaku dulu. Jadi bukankah dia anak yang paling jujur dan dapat dipercaya? Bukankah pantas, jika dia yang menjadi penerus tahta kerajaan ini?”

Para orang tua yang hadir merasa malu akan perbuatan mereka. Diam-diam mereka mengagumi kebijakan Raja tua dalam hati. Semua orang pun akhirnya bersorak gembira menyambut pewaris tahta kerajaan yang baru.
_____________________________________________

Sebagai calon pemimpin bangsa masa depan, kejujuran hati adalah hal utama yang harus dipegang teguh. Negara makmur dan sejahtera ditentukan oleh pemimpin-pemimpin yang jujur. Bukankah kita semua ingin negara kita menjadi negara yang besar dan kuat?

01 November 2011

Anak yang berbakti pada Ibu

Dahulu kala tinggallah seorang anak muda bersama ibunya yang buta. Karena menderita sakit, maka ibunya hanya bisa berbaring di atas ranjang sepanjang tahun.

Musim dingin pada bulan Desember tahun itu, salju sedang beterbangan turun, ibunya sudah beberapa hari berturut-turut tidak makan. Anak muda yang sangat mencemaskan ibunya itu lalu bertanya, “Ibu, makanan apa yang ibu inginkan?”

Ibunya memahami keadaannya yang sangat miskin, dia sendiri sepanjang tahun hanya bisa berbaring di atas ranjang yang malah akan memperberat tanggungan keluarga. Kali ini dia sudah membulatkan tekad tidak makan dan minum dan menunggu ajal tiba.

Sang anak sangat cemas, ia berharap ibunya bisa makan sedikit, walaupun itu hanya sedikit bubur tajin untuk menyelamatkan nyawa ibunya dari maut.

Ibunya juga mengetahui di saat musim dingin seperti ini, permukaan sungai pun sudah beku menjadi es, bagaimanapun juga anaknya tidak akan bisa menyulap seekor ikan untuk dimakan. Agar anaknya tetap di rumah dan tidak pergi ke mana-mana, dengan nada yang tidak bersungguh-sungguh dia berkata bahwa dia ingin makan ikan.

Pemuda ini adalah seorang yang sangat berbakti. Dia mengira ibunya benar-benar ingin makan ikan, dia sangat girang sekali, dia pun beranggapan kali ini ibunya pasti akan tertolong.

Tetapi saat dia menengok keluar rumah, di luar hanyalah terlihat hamparan salju yang putih, angin sedang bertiup menderu-deru. Si pemuda kembali khawatir, ia tidak tahu harus kemana untuk mencari ikan, salju telah membekukan semua sungai menjadi es.

Tetapi karena sangat ingin menolong ibunya, dengan membulatkan tekad, pemuda itu meminta ibunya untuk me-nunggu, dan dia pun berlari menerjang keluar menuju ke sungai yang berada di dekat rumahnya.

Pemandangan yang ada di depan matanya saat itu hanyalah permukaan sungai yang tertutup oleh salju dan es yang sangat tebal. Mustahil untuk mendapatkan ikan dalam kondisi seperti ini.

Hatinya pun gelisah. Tapi dia sangat ingin sekali memenuhi keinginan ibunya. Dia lalu berdoa kepada Tuhan agar membantu untuk menolong ibunya. Kemudian, dia membuka baju dan menggunakan panas tubuhnya yang sangat lemah itu untuk mencairkan permukaan sungai yang sangat dingin menusuk tulang itu.

Dapat dikatakan apa yang terjadi kemudian sungguh aneh. Mungkin berkat ketulusan hati si pemuda itu sehingga doanya membuahkan hasil. Secara ajaib salju dan es yang menutupi permukaan sungai itu sebagian mencair dengan cepat. Mendadak seekor ikan segar melompat keluar ke atas permukaan es.

Pemuda itu menjadi girang dan ia sangat bersyukur kepada Tuhan, serta berterima kasih kepada ikan itu. Seumur hidupnya dia tidak pernah membunuh, saat itu dia memegang ikan itu dan berkata, “Saya sebenarnya tidak ingin melukaimu, saya hanya ingin menolong ibu, terpaksa saya harus mengambil dagingmu sedikit.”

Si pemuda hanya mengambil daging ikan itu dari satu sisi saja dan tidak melukai organ dalam ikan itu, lalu ikan itu dia lepaskan kembali ke dalam sungai.

Malam itu, si pemuda segera memasak dan menyuapi ibunya yang sekarat dengan sup ikan yang lezat itu. Sangat ajaib, setelah minum sup ikan itu tubuh ibunya kian hari kian membaik dan penglihatannya pun berangsur-angsur pulih.
_______________________________________

Apa yang bisa kita petik dari cerita di atas?

Suatu niat dan kelakuan yang begitu agung, sungguh telah menggetarkan dan mengharukan langit dan bumi, akhirnya ia akan mendapatkan balasan dengan apa yang disebut keajaiban oleh manusia. Meskipun banyak orang tidak mempercayainya, tetapi keajaiban ini benar-benar pernah dialami oleh orang-orang tertentu.

Ada orang yang telah divonis oleh dokter bahwa sakitnya sudah tidak dapat disembuhkan, tetapi akhirnya ia mendapatkan kesembuhan yang tak terduga; ada yang sedang dalam kesulitan keuangan untuk membayar uang masuk sekolah anaknya, tiba-tiba mendapatkan rejeki senilai persis yang diperlukan untuk keperluan sekolah anaknya, dan lain-lain kejadian lagi.

Semua hal-hal mengharukan ini sebenarnya menandakan apa? Tak lain dan tak bukan adalah untuk mengingatkan manusia bahwa Sang Pencipta senantiasa tahu akan perilaku, hati dan pikiran setiap insan-Nya!

Ada orang merasa telah menjadi orang baik, tetapi mengapa malang nasibnya?

Sesungguhnya, orang yang benar-benar baik, ia tidak akan mengeluh terhadap nasibnya. Ia akan sepenuhnya menyadari bahwa Yang Kuasa adalah Maha Belas Kasih, tentu telah mengatur nasibnya sedemikian rupa adalah untuk kebaikannya juga. Sang Pencipta tentu punya maksud-maksud lain yang tidak kita pahami.

Orang yang menganggap dirinya sendiri orang baik, apakah benar-benar baik? Dia mungkin ramah kepada semua orang, tetapi apakah hatinya tidak dipenuhi dengan kedengkian, dan apakah pikirannya benar-benar bersih dari hal-hal yang kotor dan jahat? Lagi pula dengan mengeluh, bukankah itu berarti dia sedang menyalahkan Sang Pencipta?