Pages

Subscribe:

30 September 2010

Pematung Raja

Suatu ketika, hiduplah seorang pematung.

Pematung ini, bekerja pada seorang raja yang masyhur dengan tanah kekuasaannya. Wilayah pemerintahannya sangatlah luas.

Hal itu membuat siapapun yang mengenalnya, menaruh hormat pada raja ini.

Sang pematung, sudah lama sekali bekerja pada raja ini. Tugasnya adalah membuat patung-patung yang diletakkan menghiasi taman-taman istana.

Pahatannya indah, karena itulah, ia menjadi kepercayaan raja itu sejak lama.

Ada banyak raja-raja sahabat yang mengagumi keindahan pahatannya saat mengunjungi taman istana.

Suatu hari, sang raja mempunyai rencana besar. Baginda ingin membuat patung dari seluruh keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya.

Jumlahnya cukup banyak, ada 100 buah.

Patung-patung keluarga raja akan di letakkan di tengah taman istana,sementara patung prajurit dan pembantunya akan di letakkan di sekeliling taman.

Baginda ingin, patung prajurit itu tampak sedang melindungi dirinya.

Sang pematung pun mulai bekerja keras, siang dan malam. Beberapa bulan kemudian, tugas itu hampir selesai.

Sang Raja kemudian datang memeriksa tugas yang di perintahkannya. “Bagus. Bagus sekali, ujar sang Raja. “Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri, untuk melengkapi monumen ini.”

Mendengar perintah itu, pematung ini pun mulai bekerja kembali. Setelah beberapa lama, ia pun selesai membuat patung dirinya sendiri.

Namun sayang, pahatannya tak halus. Sisi-sisinya pun kasar tampak tak dipoles dengan rapi. Ia berpikir, untuk apa membuat patung yang bagus, kalau hanya untuk di letakkan di luar taman. “Patung itu akan lebih sering terkena hujan dan panas,” ucapnya dalam hati, pasti, akan cepat rusak.”

Waktu yang dimintapun telah usai. Sang raja kembali datang, untuk melihat pekerjaan pematung. Ia pun puas.

Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya. “Mengapa patung dirimu tak sehalus patung diriku? Padahal, aku ingin sekali meletakkan patung dirimu di dekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya, dan menempatkan mu bersama patung prajurit yang lain di depan sana.”

Menyesal dengan perrbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Patung dirinya, hanya bisa hadir di depan, terkena panas dan hujan, seperti harapan yang dimilikinya.

_________________

Seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apakah kita bercermin pada diri kita?

Bagaimanakah kita menempatkan kebanggaan atas diri kita? Ada kalanya memang, ada orang-orang yang selalu pesimis dengan dirinya sendiri. Mereka, kerap memandang rendah kemuliaan yang mereka miliki.

Namun, apakah kita mau dimasukkan ke dalam bagian itu. Saya percaya, tak banyak orang yang menghendaki dirinya mau dimasukkan sebagai orang yang pesimis. Kita akan lebih suka menjadi orang yang bernilai lebih. Sebab, Allah pun menciptakan kita tak dengan cara yang main-main. Allah menciptakan kita dengan kemuliaan mahluk yang sempurna.

Dan teman, sesungguhnya, kita sedang memahat patung diri kita saat ini. Tapi patung seperti apakah yang sedang kita buat? Patung yang kasar, yang tak halus pahatannya, ataukah patung yang indah, yang memancarkan kemuliaan-Nya? Patung yang bernilai mahal, yang menjadi hiasan terindah, atau patung yang berharga murah yang tak layak diletakkan di tempat utama?

Memang, tak ada yang tahu akan ditempatkan dimana patung-patung diri kita kelak.

Karena hanya Allah lah Maha Tahu. Karenanya, bentuklah patung-patung itu dengan indah. Pahatlah dengan halus, agar kita bisa ditempatkan di tempat yang terbaik, di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi, dan kebijakan hati, agar memancarkan keindahan. Susuri setiap lekuknya dengan kesabaran, dan keikhlasan.

Pahatan yang kita torehkan saat ini, akan menentukan tempat kita di akhirat kelak. Bentuklah “patung” diri Anda dengan indah!

28 September 2010

Lomba Lari

Karena banyak mahluk hidup yang ingin masuk ke surga, akhirnya Tuhan memutuskan memakai cara berlomba lari siapa yang menjadi pemenangnya boleh masuk ke surga?

Kebetulan manusia dan kura-kura dibagi menjadi satu kelompok untuk berlomba.

Manusia dengan congkak melihat kura-kura yang gerakannya sangat lamban.

”Apakah engkau pantas berlomba dengan saya?” kata manusia.

Perlombaan baru dimulai, manusia sudah berlari sangat jauh, ketika memalingkan kepala melihat kebelakang, bayangan kura-kura saja tidak kelihatan.

Sudah hampir mencapai garis finish, manusia bermaksud berlari dengan kencang, pada saat itu garis merah tiba-tiba melambung dengan tinggi, berubah menjadi sebuah gunung yang tinggi, ketika manusia merangkak naik selangkah dia menjadi tersungkur jatuh selangkah, saat ini dia merasa sangat panik keringatnya bercucuran, tetapi dia tetap tidak dapat naik.

Diantara penonton ada yang berteriak :”lepaskan bebanmu.”

Manusia berpikir :”Saya tidak membawa beban.” Dengan terkejut dia memandang kearah penonton.

“Lepaskan rasa takutmu!” Penonton berteriak lagi.

Manusia melepaskan rasa takutnya.

“Lepaskan rasa dendammu!” Penonton berteriak.

Manusia melepaskan rasa dendamnya.

“Lepaskan keinginanmu untuk menang!” Penonton berteriak lagi.

Manusia merasa sangsi, pada saat itu, kura-kura berhasil melewatinya, akhirnya kura-kura yang menjadi pemenang.

Manusia tidak bisa menerima kenyataan ini, akhirnya dia pergi mencari malaikat yang menjadi juri.

”Kura-kura hanya menggendong sebuah rumah, sedangkan engkau mempunyai keterikatan terhadap jabatan, ketenaran dan harta, bebanmu lebih berat daripada kura-kura, bagaimana bisa masuk ke surga?” kata Juri malaikat.

Manusia dalam menjalani kehidupannya seharusnya bersifat jujur, sabar, toleran, baik hati. Tetapi karena dalam kehidupan manusia ini ingin mengejar harta, jabatan dan ketenaran, sehingga membuat kehidupan manusia menjadi ruwet dan tidak ada ketenangan didalam hati. Kenapa tidak mencoba membuang semua beban ini? Cobalah jalani hidup ini dengan rela.

06 September 2010

Hati yang bahagia

Suatu ketika, tersebutlah seorang raja yang kaya raya.

Kekayaannya sangat melimpah. Emas, permata, berlian, dan semua batu berharga telah menjadi miliknya.

Tanah kekuasaannya, meluas hingga sejauh mata memandang.

Puluhan istana, dan ratusan pelayan siap menjadi hambanya.

Karena ia memerintah dengan tangan besi, apapun yang diinginkannya hampir selalu diraihnya.

Namun, semua itu tak membuatnya merasa cukup. Ia selalu merasa kekurangan.

Tidurnya tak nyenyak, hatinya selalu merasa tak bahagia. Hidupnya, dirasa sangatlah menyedihkan.

Suatu hari, dipanggillah salah seorang prajurit tebaiknya.

Sang Raja lalu berkata, “Aku telah punya banyak harta. Namun, aku tak pernah merasa bahagia. Karena itu, ujar sang raja, “aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi keinginanku. Pergilah kau ke seluruh penjuru negeri, dari pelosok ke pelosok, dan temukan orang yang paling berbahagia di negeri ini. Lalu, bawakan pakaiannya kepadaku.”

“Carilah hingga ujung-ujung cakrawala dan buana. Jika aku bisa mendapatkan pakaian itu, tentu, aku akan dapat merasa bahagia setiap hari. Aku tentu akan dapat membahagiakan diriku dengan pakaian itu. Temukan sampai dapat! ” perintah sang Raja kepada prajuritnya.

Mendengar titah sang Raja, prajurit itupun segera beranjak. Disiapkannya ratusan pasukan untuk menunaikan tugas.

Berangkatlah mereka mencari benda itu. Mereka pergi selama berbulan-bulan, menyusuri setiap penjuru negeri. Seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, seperti perintah Raja.

Di telitinya setiap kampung dan desa, untuk mencari orang yang paling berbahagia, dan mengambil pakaiannya.

Sang Raja pun mulai tak sabar menunggu. Dia terus menunggu, dan menunggu hingga jemu.

Akhirnya, setelah berbulan-bulan pencarian, prajurit itu kembali. Ah, dia berjalan tertunduk, merangkak dengan tangan dan kaki di lantai, tampak seperti sedang memohon ampun pada Raja.

Amarah Sang Raja mulai muncul, saat prajurit itu datang dengan tangan hampa.
“Kemari cepat!!. “Kau punya waktu 10 hitungan sebelum kepalamu di penggal. Jelaskan padaku mengapa kau melanggar perintahku. Mana pakaian kebahagiaan itu!” gurat-gurat kemarahan sang raja tampak memuncak.

Dengan airmata berlinang, dan badan bergetar, perlahan prajurit itu mulai angkat bicara. “Duli tuanku, aku telah memenuhi perintahmu. Aku telah menyusuri penjuru negeri, seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, untuk mencari orang yang paling berbahagia. Akupun telah berhasil menemukannya.

Kemudian, sang Raja kembali bertanya, “Lalu, mengapa tak kau bawa pakaian kebahagiaan yang dimilikinya?

Prajurit itu menjawab, “Ampun beribu ampun, duli tuanku, orang yang paling berbahagia itu, TIDAK mempunyai pakaian yang bernama kebahagiaan.”
____________________

Kebahagiaan tidak di temukan dalam gemerlap harta dan permata, ttidak hadir dalam indahnya istana-istana megah, tidakk pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita.

Kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan.

Kebahagiaan itu ada di hati, di dalam kalbu ini. Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita mau menjumpainya. Ya, asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa yang kita miliki.

03 September 2010

Serigala dan anak kambing


Suatu ketika, ada seekor kambing kecil yang sedang merumput di padang.

Suatu sore ketika gerombolan kambing mulai pulang ke peternakan kembali dan ibunya sudah memanggilnya, anak kambing tersebut tidak memperhatikan dan memperdulikan panggilan ibunya.

Dia tetap tinggal di lapangan rumput tersebut dan mengunyah rumput-rumput yang halus disekelilingnya.

Beberapa saat kemudian ketika dia mengangkat kepalanya, dia melihat gerombolan kambing termasuk ibunya sudah tidak ada lagi.

Sekarang dia tinggal sendirian. Matahari sudah terbenam. Bayangan panjang mulai menutupi tanah. Angin dingin mulai datang bertiup dan membuat suara yang menakutkan.

Anak kambing tersebut mulai gemetar karena takut dia akan bertemu dengan serigala.

Kemudian dia mulai lari sekencang-kencangnya melewati lapangan rumput untuk pulang ke peternakan, sambil mengembik-embik memanggil ibunya.

Tetapi di tengah jalan, dekat pohon perdu, apa yang ditakutkan benar-benar terjadi, seekor serigala telah berdiri di sana memandangnya dengan wajah lapar.

Kambing kecil itu tahu bahwa kecil harapan untuk dia bisa lolos dari sergapan serigala tersebut.

"Tolonglah, tuan Serigala," katanya dengan gemetar, "Saya tahu kamu akan memakan saya. Tetapi pertama kali, nyanyikanlah saya sebuah lagu dengan suling mu, karena saya ingin menari dan bergembira selama saya bisa."

Serigala tersebut menyukai gagasan dari kambing kecil tadi, bermain musik sebelum makan, jadi serigala itu mengeluarkan serulingnya dan mulai memainkan lagu gembira dan kambing kecil itu meloncat-loncat menari bergembira.

Sementara gerombolan kambing tadi bergerak pulang ke peternakan, di keheningan sore yang mulai beranjak gelap, suara seruling dari serigala sayup-sayup terdengar.

Anjing-anjing gembala yang menjaga gerombolan kambing tersebut lansung menajamkan telinganya dan mengenali lagu yang dimainkan oleh serigala, dan dengan cepat anjing-anjing gembala tersebut lari ke arah serigala tersebut dan menyelamatkan kambing kecil yang sedang menari-nari.

Serigala yang hendak memakan kambing kecil tadi akhirnya lari dikejar-kejar oleh anjing gembala, dan berpikir betapa bodohnya dia, memainkan lagu dengan seruling untuk si kambing kecil pada saat dia seharusnya sudah menerkamnya langsung.

Pesan moral: Jangan biarkan apapun membuat kamu berbalik melupakan tujuan utamamu

01 September 2010

Pelajaran dari sebuah Gelang emas

Dahulu kala, disebuah daerah di china, para pelajar menganggap penting ujian tingkat kerajaan.

Setelah 10 tahun lamanya menimba ilmu, kali pertama pelajar harus lulus ujian pelayanan masyarakat tingkat daerah dan propinsi untuk melengkapi persyaratannya.

Hal ini bukan hanya sekedar mendapat kehormatan besar saja, namun dapat mempengaruhi karier seseorang di masa depan.


Ada seorang pelajar bernama Peng Jiao. Ia berencana untuk mengikuti ujian tingkat kerajaan.

Di tengah perjalanan, Peng bersama pelayannya berhenti di sebuah kedai minuman pinggir jalan.

Tiba-tiba seseorang menumpahkan sebaskom air dari lantai atas, pelayannya memperhatikan ada sesuatu yang bercahaya di tanah. Setelah diamati ia melihat itu adalah sebuah gelang emas.

Pelayan itu mengambil gelang tersebut dan menyimpannya dalam saku.

Dua minggu kemudian, ketika mereka melanjutkan perjalanan, Peng Jiao sadar bahwa bekal uangnya hampir habis dan mengatakan hal ini kepada pelayannya.

Pelayan tersebut menunjukkan gelang yang ditemukannya dan menyarankan untuk menjualnya.

Setelah mendengar bagaimana pelayannya memperoleh gelang itu, Peng Jiao memutuskan kembali ke warung yang telah dikunjunginya, untuk mencari tahu siapa yang telah kehilangan gelang emas.

“Jika kita kembali, kita akan terlambat ikut ujian,” kata pelayan itu.

Peng Jiao menjawab, ”Gelang ini pasti milik seorang wanita. Jika ia kehilangan, orang tuanya akan berpikir anaknya telah memberikan gelang ini pada seseorang. Ini sungguh sangat serius.”

Oleh karena itu Peng Jiao dan pelayannya buru-buru kembali ke warung itu.

Sebagaimana yang dia duga, Peng Jiao menemukan wanita yang telah kehilangan gelang emas itu. Dia hendak bunuh diri.

Dengan mengembalikan gelang tersebut, nyawa wanita itu terselamatkan.

Dengan sekuat tenaga, Peng Jiao berusaha tiba di ibu kota. Walaupun mereka menempuh perjalanan siang dan malam untuk mencapai ibukota, Peng Jiao tetap terlambat ikut ujian.

Saat ia tiba, ia melihat kebakaran hebat terjadi di ruang ujian saat ujian berlangsung. Banyak orang meninggal.

Pengadilan kerajaan akhirnya memutuskan untuk mengadakan ujian keesokan harinya. Peng Jiao dapat mengikuti ujian dan menempati nilai peringkat teratas