Pages

Subscribe:

31 Maret 2010

Si Ceria dan Si Murung

Ada dua anak bernama Si Ceria dan Si Murung.

Seperti namanya Ceria mempunyai sifat periang, selalu gembira dan tersenyum.

Sebaliknya Murung mempunyai perangai yang cemberut, selalu sedih, dan jarang tersenyum.

Suatu ketika orang tua mereka berpikiran untuk membuat Si Murung tersenyum gembira dan membuat Si Ceria menjadi sedih cemberut dan sedih.

Mereka lalu berpikir untuk memberikan sesuatu yang menjadi kesukaan masing-masing anak.

Si Murung menginginkan telepon genggam.

Selama ini jika pergi dengan teman- temannya sering kali ia meminjam telepon genggam milik temannya.

Orang tuanya membelikan sebuah telepon genggam terbaru supaya dia menjadi senang dan gembira.

Sewaktu Murung pergi sekolah, telepon genggam itu dibungkus oleh orang tuanya dengan kertas kado yang bagus dan diletakkan di kamarnya.

Sepulang sekolah, Murung segera masuk ke kamar dan melihat ada kado di sana.

Cepat-cepat ia membuka kado itu dan ia terkejut sekali ketika mendapatkan di dalamnya berisi telepon genggam.

Wajahnya tersenyum, tapi tidak lama.

Kemudian ia murung lagi karena ia takut kalau-kalau teman-temannya akan meminjam telepon genggamnya lalu menjadi rusak.

Di benaknya selalu muncul pikiran yang negatif, sehingga kado itu menjadi beban baginya. Yang keluar dari mulutnya adalah omelan dan keluhan, bukannya ucapan terima kasih kepada orang tuanya.

Di pihak lain, si Ceria senang sekali dengan kuda. Orang tuanya membungkus kotoran kuda dan diletakkan dalam kamar agar ia menjadi sedih dan murung.

Sewaktu Ceria pulang ia juga terkejut melihat ada kado di kamarnya. Dengan sergap ia membuka pula kado itu.

Betapa terkejutnya ia, ternyata yang didapatkan adalah kotoran kuda berbau busuk.

Mukanya kebingungan sejenak.Tetapi ia segera berpikir, "Ah masa orang tuaku yang begitu mencintaiku memberi aku kotoran kuda, pasti ada sesuatu di balik hadiah ini."

Kemudian ia lari kepada orang tuanya dan mencium mereka.

Orang tuanya sangat bingung dan terkejut kemudian bertanya, "Lho kamu itu diberi kotoran kuda kok senang sih?".

Lalu Ceria menjawab, "Papa, Mama, saya tahu kalian sangat mencintai saya, jadi tidak mungkin memberi kotoran kuda kepada saya, pasti kotoran kuda itu adalah sebuah tanda. Kalau ada kotoran kuda, berarti ada kudanya. Saya tahu bahwa kalian akan membelikan kuda pony buat saya"

***

Orang yang hidupnya merasa sangat dicintai akan selalu berpikir bahwa ia selalu akan menerima yang terbaik dalam hidupnya, walaupun dalam penderitaan. Sebaliknya orang yang pesimis merasa hidup ini menjadi beban penderitaan yang sangat panjang, sehingga ia selalu gelisah, takut, dan khawatir.

28 Maret 2010

Sabar dan Bodoh

Konon di Tiongkok pernah hidup seorang hakim yang sangat dihormati karena tegas dan jujur.

Ia memutuskan setiap perkara dengan adil, tanpa pandang bulu.

Suatu hari, dua orang menghadap hakim tersebut. Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik.

Keduanya meminta keputusan atas kasus mereka yang sebenarnya sangat sepele.

Keduanya berdebat tentang hitungan 3×7.

Yang satu mengatakan hasilnya 21, yang lain bersikukuh mengatakan hasilnya 27.

Ternyata sang hakim memvonis hukuman cambuk 10x bagi orang yang menjawab benar.

Spontan si terhukum protes.

Sang hakim menjawab, “Kamu bodoh, mau-maunya berdebat dengan orang orang bodoh yang tidak tahu kalau 3×7 adalah 21!”

Kalau ada orang berbeda pendapat dengan kita, katakan pada diri sendiri bahwa dia belum mengerti, lalu bersabarlah.

Karena kesabaran artinya membantu dia mengerti dan menyerahkan dia kepada Tuhan.

**
Yang bisa kita ambil dari cerita ini adalah bahwa jika kita sibuk memperdebatkan sesuatu yang tidak berguna, artinya kita sama salahnya atau bahkan lebih salah daripada orang yang memulai perdebatan.

Sebab dengan sadar kita membuang waktu dan energi untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu.

Berlaku benar adalah sebuah pilihan. Meskipun kita tidak bisa dengan mudah mengubah perasaan kita mengenai masalah yang kita hadapi, kita masih tetap bebas untuk memilih tindakan yang benar.

24 Maret 2010

Yulia

Yulia menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah.

Belum ada.

Yulia masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi.

Begitu terus selama hampir satu jam.

Suara si mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan, tidak dia gubris.

Pukul 18.30. Tinnn... Tiiiinnnnn.. .!! Yulia kecil melompat girang!

Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dia cintai itu masuk ke rumah.

Yang satu langsung menuju ke kamar mandi.

Yang satu mengempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala.

Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga.

Bagi si kecil Yulia juga, yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil, Yulia cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.

"Mama, mama.... Mama, mama...." Yulia menggerak-gerakkan tangan.

"Mama...." Mama diam saja. Dengan cemas Yulia bertanya, "Mama sakit ya? Mana yang sakit? Mam, mana yang sakit?"

Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata.

Yulia makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Yulia ambilin obat ya? Ya? Ya?"

Tiba-tiba... "Yulia!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!"

Mama membentak dengan suara tinggi.

Kaget...!!

Yulia mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung.

Yulia salah apa? Yulia sayang Mama... Yulia salah apa? Takut-takut, Yulia menyingkir ke sudut ruangan.

Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya.

Otak kecil Yulia terus bertanya-tanya: Mama, Yulia salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Yulia? Yulia mengganggu Mama? Yulia tidak boleh sayang Mama, ya? Berbagai peristiwa sejenis terjadi.

Dan otak kecil Yulia merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu. Yulia tidak lagi kecil. Yulia bertambah tinggi. Yulia remaja. Yulia mulai beranjak menuju dewasa.

Tin.. Tiiinnn... ! Mama pulang. Papa pulang.

Yulia menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan.

"Yulia mana?"

"Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua.

Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku?

Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua!

Tidak seperti jaman dulu.

Di atas, Yulia mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam.

Dari jauh. Dari tempat di mana ia tidak akan terluka. "Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?"

Satu cara terpenting dalam membantu anak-anak tumbuh dewasa adalah: Kita harus tumbuh dewasa terlebih dahulu.

21 Maret 2010

Tikus

Di dalam got yang gelap hiduplah dua ekor tikus yang saling bersaudara.

Suatu saat kedua ekor tikus ini melihat sebuah roti keju dari lubang sebuah selokan.

Tikus-tikus ini ingin sekali memakannya tetapi sayang lubang selokan itu tertutup oleh jeruji besi yang sangat kuat.

Kedua tikus ini berusaha sekuat tenaga untuk menghancurkan jeruji besi itu dengan gigi-gigi mereka yang tajam tetapi gigi mereka mulai rusak karena jeruji besi itu terlalu keras bagi gigi mereka yang kecil.

Kedua ekor tikus ini kecapaian, dan butuh istirahat.

Tikus pertama berkata dalam hatinya: "Aku tidak akan menyerah, setelah ini aku akan menghancurkan jeruji besi itu dengan sekuat tenagaku. Pantang menyerah adalah pangkal dari keberhasilan !"

Tikus kedua termenung dan berpikir : " Aku akan kehilangan semua gigiku jika aku nekat menggigiti jeruji itu. Ada baiknya kalau aku mengambil jalan lain saja untuk mendapatkan roti keju itu."

Setelah beristirahat sejenak, tikus pertama mulai menggigiti lagi jeruji besi itu dengan sekuat tenaga sedangkan tikus kedua mundur diri dari usahanya.

Melihat tikus kedua mundur diri tikus pertama mulai mengejek saudaranya itu katanya : "Kamu itu sifatnya mudah menyerah dan tidak ulet bekerja, mana mungkin kamu bias berhasil dalam kehidupanmu?"

Tikus kedua tidak mempedulikan ejekan saudaranya, dia mundur mencari jalan lain ke tempat roti keju itu.

Akhirnya tikus kedua berhasil memperoleh jalan ke tempat roti keju itu sedangkan tikus pertama kelelahan dan hancur giginya karena menggigiti jeruji besi itu.

---
Hendaklah kita memakai kejelian dan kecerdasan kita untuk memecahkan masalah kita dan bukan hanya mengandalkan keuletan dan kerajinan kita untuk bekerja. Pantang menyerah cukup baik, tetapi jika tanpa kecerdasan semuanya sia-sia, maka pakailah kecerdasan kita

18 Maret 2010

Kue

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba.

Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk.

Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya.

Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka.

Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.

Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam.

Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya.

Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.

Wanita itupun sempat berpikir Kalau aku bukan orang baik, sudah kutonjok dia!

Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu.

Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu.

Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir
dan membaginya dua.

Si lelaki menawarkan separo miliknya, sementara ia makan yang separonya lagi.

Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih. Belum pernah rasanya ia begitu
kesal.

Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih!".

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya.

Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Di situ ada kantong kuenya, di depan matanya. Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati, Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi.

Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu.

Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri.

Serta tak jarang kita berprasangka buruk. Orang lainlah yang kasar, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlah yang berdosa, orang lainlah yang salah. Padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita sendiri yang tidak tahu.

Kita sering mengomentari, mencemooh pendapat atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.:)

15 Maret 2010

Bulu Angsa

Pada abad ke sebelas ketika itu Bao Zheng seorang hakim yang dikenal adil dan bijaksana pada jaman Dinasti Song Utara sedang menangani sebuah kasus fitnah yang dilakukan oleh seorang warga kota Kaifeng di Provinsi Henan karena persaingan usaha.

Pria separuh baya itu telah terbukti menyebarkan kata-kata fitnah yang sangat merugikan pengusaha lainnya.

Didalam persidangan Hakim Bao menjatuhkan hukuman denda sebesar seratus tael perak dan jika tak sanggup membayar maka sebagai gantinya harus mendekam di penjara selama satu tahun.

Pria terdakwa itu menangis tersedu-sedu mohon ampun seraya meminta keringanan hukuman.

"Baiklah" kata Hakim Bao "Kamu akan mendapatkan keringanan hukuman namun ada syarat yang harus kamu lakukan."

"Apa itu yang mulia?" Tanya pria itu penuh harap.

Hakim Bao meminta para pengawal untuk membawa pria itu ke sebuah dataran diatas sebuah bukit dimana angin berhembus dingin dan kencang.

Kemudian salah satu pengawal mengeluarkan sebuah kantung kecil berisi segenggam bulu angsa.

"Bulu-bulu angsa ini akan disebarkan dan tugas kamu adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya bulu-bulu angsa itu, setiap helai bulu angsa bernilai satu tael perak.

Saat kantung dibuka, maka bulu-bulu angsa itu langsung beterbangan tinggi disapu angin yang bertiup sangat kencang. Pria itu bergegas berlari kesana kemari berusaha menangkap bulu-bulu angsa itu.

Alhasil setelah beberapa jam, pria itu hanya memegang dua helai bulu angsa ditangannya. Dengan lunglai pria itu pun menerima keputusan hukuman yang telah dijatuhkan oleh Hakim Bao.

"Bulu-bulu angsa itu ibarat kata-kata yang telah kau ucapkan, seperti halnya bulu-bulu angsa yang beterbangan dan sungguh tidak mudah untuk ditangkap kembali, sama dengan kata-kata yang terlanjur kau keluarkan dari mulutmu, sungguh sulit untuk menariknya kembali" kata Hakim Bao

"Lain kali berhati-hatilah dalam berucap" kata Hakim Bao menutup persidangan.

12 Maret 2010

Tendangan Jerapah

Kita mengenal binatang jerapah, seekor induk Jerapah melahirkan anaknya sambil berdiri, dan pada saat dilahirkan, bayi Jerapah akan jatuh ke tanah yang keras dari kandungan induknya...

Tahukah anda, hal pertama yang dilakukan oleh induknya adalah berdiri di belakang anaknya dan memberikan tendangan yang cukup keras ke tubuh bayi Jerapah.

Bayi Jerapah terbangun mencoba berdiri namun masih mudah terjatuh karena kakinya yang masih lemah dan mudah goyah. Sang induk kembali bergerak ke belakang bayi Jerapah dan memberi tendangan lagi kepadanya.

Demikian berlangsung beberapa kali hingga si bayi berdiri kokoh dan mulai berjalan menuju puting susu sang induk.

Mengapa? Karena induk Jerapah tahu bahwa satu-satunya peluang bagi bayinya untuk bisa bertahan hidup di hutan adalah dengan berdiri kokoh diatas kakinya sendiri.

Jika tidak, akan sedemikian mudahnya dia diterkam binatang buas dan menjadi mangsa mereka.

Apakah tindakan induk jerapah adalah tindakan kasih? Sudah pasti.

Disiplin pasti bukan berarti bahwa seseorang menghajar anak-anaknya dengan ikat pinggang, itu adalah sakit jiwa.

  1. Disiplin adalah ketegasan yang penuh kasih.
  2. Disiplin adalah bimbingan.
  3. Disiplin bersifat mencegah timbulnya permasalahan.
  4. Disiplin menghasilkan dan menyalurkan energi untuk meraih prestasi besar.
  5. Disiplin bukan tujuan yang ingin kita capai, tapi kita melakukannya untuk sebuah kepedulian.
  6. Disiplin adalah tindakan kasih.


Kadangkala anda harus bersikap keras untuk kebaikan.

Tidak semua operasi medis menyakitkan, tidak semua obat berasa manis, tapi kita harus menelannya.

”Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh cinta kasih dan disiplin, pada saatnya akan menaruh rasa hormat kepada orang tua mereka”

09 Maret 2010

Goresan Mobil

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap.

Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu.

Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.

Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

"Buk....!" Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu.

Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.

"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan.

Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele.

Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa.

Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya". Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa.

"Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.

"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.

Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak.

Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam.

Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.

Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah.

Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.

Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.

Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya.

Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.

Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu.

Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.

Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: "Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan.

Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.

Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita.

Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya.

Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak.

Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.

06 Maret 2010

Papa Sedang Mengemudi

Seorang pembicara, Dr. Wan, menceritakan pengalamannya ketika ia dan seisi keluarganya tinggal di Eropa. Satu kali mereka hendak pergi ke Jerman.

Dengan mengendarai mobil tanpa henti siang dan malam, mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk tiba di sana .

Mereka sekeluarga pun masuk ke dalam mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya yang berumur 3 tahun.

Anak perempuan kecilnya ini belum pernah bepergian pada malam hari. Malam pertama di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan di luar sana .


"Mau kemana kita, papa?"
"Ke rumah paman, di Jerman."
"Papa pernah ke sana ?"
"Belum."
"Papa tahu jalan ke sana ?"
"Mungkin, kita dapat lihat peta."
[Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?"
"Ya, kita akan sampai dengan aman.."
[Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?"
"Kita bisa berhenti di restoran di pinggir jalan."
"Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?"
"Ya, ada."
"Papa tahu ada dimana?"
"Tidak, tapi kita akan menemukannya. "


Dialog yang sama berlangsung beberapa kali dalam malam pertama, dan juga pada malam kedua.

Tapi pada malam ketiga, anak perempuannya ini diam. Dr. Wan berpikir mungkin dia telah tertidur.

Tapi ketika ia melihat ke cermin, ia melihat anak perempuannya itu masih bangun dan hanya melihat-lihat ke sekeliling dengan tenang.

Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa anak perempuan kecil ini tidak menanyakan pertanyaan-pertanya annya lagi.

"Sayang, kamu tahu kemana kita pergi?"
"Jerman, rumah paman."
"Kamu tahu bagaimana kita akan sampai ke sana ?"
"Tidak"
"Terus kenapa kamu tidak bertanya lagi?"
"Karena papa sedang mengemudi."


Jawaban dari anak perempuan kecil berumur 3 tahun ini kemudian menjadi kekuatan dan pertolongan bagi Dr. Wan selama bertahun-tahun, ketika dia mempunyai pertanyaan-pertanyaan dan ketakutan-ketakutan dalam perjalanannya bersama Tuhan.

Ya.. Bapa kita sedang mengemudi. Kita mungkin tahu tujuan kita (seperti anak kecil yang tahu mau ke ¡Jerman' tanpa mengerti di mana atau apa itu sebenarnya).

Kita tidak tahu jalan ke sana , kita tidak dapat membaca peta, kita tidak tahu apakah kita akan menemukan rumah makan sepanjang perjalanan.

Tapi gadis kecil ini tahu hal terpenting, -- Papa sedang mengemudi -- dan dia aman.

Dia tahu papanya akan menyediakan semua yang dia butuhkan.

Kenalkah engkau Bapa anda, Gembala Agung, yang sedang mengemudi hari ini?

Apa sikap dan respon anda sebagai seorang penumpang, sebagai anak-Nya yang dikasihi-Nya?

Kita mungkin telah menanyakan terlalu banyak pertanyaan sebelumnya, tapi kita dapat menjadi anak kecil itu, belajar menyadari fokus terpenting adalah 'Papa sedang mengemudi'.

Tuhan adalah Bapa bagi anda. Ijinkan Ia untuk mengemudikan hidup anda. Maka kekuatiran bukan menjadi milik anda lagi.

03 Maret 2010

Kenapa kita tidak punya mobil??

Emak.. kenapa kita tidak punya mobil?

Tampang bingung. Itulah gambaran yang bisa dilukiskan di wajah seorang bocah 6 tahun, saat melihat lalu-lalangnya kendaraan di jalan.

Bocah itu seakan tidak memperdulikan hilir mudik orang- orang yang melaluinya bahkan ada beberapa orang yang hampir menendangnya.

Dia pun seakan tidak senang saat beberapa orang yang lewat memasukan uang receh ke dalam kaleng yang sengaja di simpan di depannya.

"Sudah dapat berapa Ujang?" sapa seorang wanita umur 40 tahunan yang mengagetkan si Ujang.

Si Ujang menengok wanita yang nampak lebih tua dari umur sebenarnya. Wanita itu tiada lain adalah ibunya yang sama-sama membuka praktek mengemis sekitar 100-200 meter dari tempat si Ujang mengemis.

"Nggak tahu Mak, hitung aja sendiri," jawab si Ujang sambil melihat kaleng
yang ada di depannya.

Tanpa menunggu wanita yang dipanggil Emak itu mengambil kaleng yang ada di depan si Ujang. Kemudian isi kaleng tersebut ditumpahkan ke atas kertas koran yang menjadi alas mereka duduk.

"Lumayan Ujang, bisa membeli nasi malam ini. Sisanya buat membeli kupat tahu besok pagi." Kata si Emak sambil tersenyum lebar, karena rezeki malam itu lebih banyak dari hari-hari biasanya.

"Mak..." kata si Ujang tanpa menghiraukan ucapan ibunya, "Koq orang lain
punya mobil? Kenapa Emak nggak punya?" Tanya si Ujang sambil menatap wajah ibunya.

"Ah, si Ujang mah, ada-ada aja, boro-boro punya mobil, sepeda aja kita nggak punya." kata si Emak sambil tersenyum.

Si Emak kemudian membungkus uang yang telah dipisahkannya untuk besok dengan sapu tangan yang sudah lusuh dan dekil.

"Iya, tapi kenapa Mak?" Rupanya jawaban si Emak tidak memuaskan si Ujang.

"Ujang .... Ujang...." kata si Emak sambil tersenyum. "Kita tidak punya uang banyak untuk membeli mobil." kata si Emak mencoba menjelaskan.

Tetapi nampaknya si Ujang belum puas juga,

"Kenapa kita tidak punya uang banyak Mak?" tanyanya sambil melirik si Emak.

"Kitakan cuma pengemis, kalau orang lain kerja kantoran jadi uangnya banyak." kata si Emak yang nampak akan beranjak.

Seperti biasa sehabis matahari tenggelam si Emak membeli nasi dengan porsi agak banyak dengan 3 potong tempe atau tahu. Satu potong untuk si Emak sedangkan 2 potong untuk si Ujang anak semata wayangnya.

Sekembali membeli nasi, si Ujang masih menyimpan pertanyaan. Raut wajah si Ujang masih nampak bingung.

"Ada apa lagi Ujang?" kata si Emak sambil menyeka keringat di keningnya.

"Kenapa Emak nggak kerja kantoran saja?" tanya si Ujang dengan polosnya.

"Siapa yang mau ngasih kerjaan ke Emak, Emak mah orang bodoh, tidak sekolah." Jawab si Emak sambil membuka bungkusan yang dibawanya.

"Udah ..., sekarang makan dulu mumpung masih hangat!" Kata si Emak sambil mendekatkan nasi ke depan si Ujang. Si Ujang yang memang sudah lapar langsung menyantap makanan yang ada di depannya.

"Kenapa Emak nggak sekolah?" tanya si Ujang sambil mengunyah nasi plus tempe.

"Orang tua Emak nggak punya uang, jadi Emak nggak bisa sekolah."

"Ujang bakal sekolah nggak?" kata si Ujang sambil menatap mata si Emak penuh harap.

Emak agak bingung menjawab pertanyaan si Ujang.

Lamunan Emak menerawang mengingat kembali mendiang suaminya, yang telah mendahuluinya.

Mata si Emak mulai berkaca-kaca. Karena gelapnya malam, si Ujang tidak melihat butiran bening yang mulai menuruni pipi wanita yang dipanggil Emak tersebut.

Karena tak kunjung dijawab, si Ujang bertanya lagi

"Kalau Ujang nggak sekolah, nanti kayak Emak lagi dong. Iya kan Mak?"

Pertanyaan Ujang makin menyesakan dada si Emak.

Siapa yang ingin punya anak menjadi pengemis, tetapi si Emak bingung harus berbuat apa.

Si Emak cuma melanjutkan menghabiskan nasi sambil menahan tangisnya.

Akhirnya si Ujang pun diam sambil mengunyah nasi yang tinggal sedikit lagi. Deru mesin mobil menemani dua insan di pinggir jalan yang sedang menikmati rezeki dari Tuhan yang mereka dapatkan.

Diterangi lampu jalan mereka pun mulai berbenah untuk merebahkan diri.

Di kepala si Ujang masih penuh tanda tanya, mau jadi apa dia kelak.

Apakah akan sama seperti Emaknya saat ini?