Pages

Subscribe:

14 April 2009

Garam dalam telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak.

Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.

Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa Membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama.

Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.

Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.

"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.

Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah".

Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, Bagaimana rasanya?".

"Segar.", sahut tamunya.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi.

"Tidak", jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang.

Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama".

"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.

Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya.

Itu semua akan tergantung ! pada hati kita.

Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan.

Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.

Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu".

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.

"Hatimu, adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksanatelaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".

11 komentar:

  1. Ya...,kesadaran akan kehadiran Allah itu akan membantu kita untuk menunaikan segala kewajiban setiap hari.
    Thanks,untuk sahabat baruku Kelyamareta yg sdh mau singgah digubugku.

    BalasHapus
  2. Wew..
    Dalem bgt..
    Kena juga neh..
    Hehehe..
    Makasi ya yang-kung..
    Met kenal.. ;)

    BalasHapus
  3. makasih mas Budi Hermanto,tlh sudi mampir.
    Yang penting lapangkanlah dada setiap ada persoalan.
    Berkat Tuhan selalu.

    BalasHapus
  4. tingal hatinya luas apa ngak gitu bos?
    tapi kalo hati seluas telaga terus dadanya seberapa ya?

    BalasHapus
  5. "Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.

    Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya.

    aku terkesan dengan yang ini ...

    BalasHapus
  6. Untuk dimas Suwung dan mas Anton,meskipun lapangnya hati seluas samodra Pasifik,namun bils hatinya nggondhok sekeras batu meteor....aku percaya ,siapapun orangnya pasti akan tenggelam.
    Thanks,telah sudi mampir kegubugku.

    BalasHapus
  7. selain cerita di atas, profil Anda juga sangat menginspirasi. salam kenal ya kung :)

    BalasHapus
  8. Oke mas Sibaho,Tak kenal.....tak sayang.....
    Sahabat sejati selalu dihati.

    BalasHapus
  9. barangkali cerita ini ibarat saya yang sedang bertanya sama pak kung
    :-). salam kenal ya pak. saya akan sering mengunjungi blog ini.

    BalasHapus
  10. mas deonald,pintu selalu terbuka untuk para sahabat2 yang lain untuk mampir digubugku.Thanks GBU + familly.

    BalasHapus